
Efek OTT KPK, Sejumlah Anggota DPRD Medan Memilih Tidak Hadir di Paripurna Pencabutan Perda RDTR
Harianbisnis.com, Medan- Proses pencabutan Perda Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), melalui paripurna di Gedung DPRD Kota Medan.
Namun, sejumlah anggota DPRD Kota Medan memilih untuk tidak hadir dalam rapat paripurna tersebut.
Desas-desus tersebut terungkap, Senin (30/6/2025), disetiap ruangan yang ada di DPRD Kota Medan.
Tak hanya itu, ketakutan juga melanda kalangan anggota DPRD Kota Medan pasca adanya OTT KPK di Sumut yang menciduk Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting atau Topan Ginting (TOP).
“Untuk apa hadir mereka masih disini (KPK).Bahaya nanti,” celetuk sejumlah anggota dewan.
Bahkan, disebuah ruangan topik itu juga dibahas karena adanya rasa ketakutan tertuduh ada dugaan penerima.
“Untuk apa hadir nanti katanya kita terima sesuatu jadi tertuduh pula. Apalagi baru terjadi sesuatu di Sumut,” katanya.
Sebelumnya, pihak DPRD Kota Medan sudah sempat menggelar paripurna pengambilan keputusan pencabutan Perda RDTR, Senin (02/06/2025), tapi batal dengan alasan tidak kuorum.
Dan karena batal agenda tersebut tidak dipublikasikan di akun instagram milik Sekretariat DPRD Kota Medan, @humasdprdkotamedan.
Tak hanya itu beberapa hari selanjutnya digelar rapat penjadwalan paripurna terjadi walk out.
Hingga akhirnya rapat digelar kembali, Senin (30/6/2025) dan disepakati paripurna hari ini, Selasa ( 1/7/2025).
Proses pencabutan Perda Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sudah bergema di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).
Dimana, massa Forum Anak Medan (FAM), saat menggelar aksi demo di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Kamis (26/06/2025).
Massa menyatakan lambatnya proses pencabutan Perda RDTR tersebut diduga bukan keterlambatan itu bukan disebabkan alasan teknis, tetapi karena adanya ” tarik menarik kepentingan”
hingga dugaan transaksi ilegal antara pejabat legislatif dan para pengusaha.
Menurut, Kordinator FAM, Daniel Sinaga menduga paripurna pencabutan RDTR sengaja ditunda karena ” setoran ” dari para pengusaha belum terkumpul.
Kuat dugaan Dinas Perkimcitaru (Perumahan Pemukiman Cipta Karya dan tata Ruang) disebut sebagai koordinator pengumpul dana tersebut.
FAM juga menuding bahwa proses pencabutan RDTR menjadi alat tawar-menawar untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Mereka juga menyebut Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Medan terlibat memperlambat digelarnya paripurna pencabutan Perda RDTR, karena uang untuk menyuap belum terkumpul.
Penyesuaian RDTR adalah kunci investasi, ketidakjelasan DPRD Medan dinilai menghambat masuknya investor karena ragu menanamkan modalnya di Kota Medan.
Sedangkan, Ketua Bapemperda DPRD Medan, Afif Abdillah mengatakan, tugas mereka sudah selesai memfinalisasikan pencabutan Perda RDTR dalam Pansus.
“Selanjutnya adalah tugas Banmus menjadwalkan paripurna, sudah sempat digelar tapi karena tidak kuorum maka batal. Jika paripurna pengambilan keputusan kehadiran anggota dewan harus ½ n+1 (kuorum),” ucapnya.
Ketua Fraksi Nasdem ini membantah ada dugaan suap di DPRD Medan khususnya Bampemperda, dia menduga ada pihak-pihak yang ” mengoreng” permasalahan ini. Padahal pihaknya tidak merevisi Perda, tapi mau mencabut Perda.
Ia mengatakan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 11 Tahun 2021, pada pasal 50 disebutkan Ranperda RTRW atau rancangan peraturan kepala daerah (Perkada) tentang RDTR ya belum ditetapkan paling lama 2 tahun, maka Menteri dapat menetapkan Peraturan Menteri yang membuat substansi tersebut.
“Sebenarnya Wali Kota sudah membuat Peraturan Wali Kota (Perwal) untuk RDTR dan disinkronisasikan dengan Peraturan Menteri. Saya rasa tidak ada masalah, kami dari dewan tinggal memparipurnakan pencabutannya saja, Juli pasti diparipurnakan,” pungkasnya. (Rom/hbc)