
Tolak Revisi UU Pilkada dan Politik Dinasti, Ratusan Mahasiswa Geruduk DPRD Sumut
Harianbisnis.com, Medan- Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Medan, Jumat, (23/8), menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD-SU, Jalan Imam Bonjol, Medan.
Dalam tuntutannya massa mahasiswa, selain menolak rencana pengesahan revisi UU Pilkada, mereka juga menolak politik dinasti.
Dalam amatan harianbisnis.com, massa mahasiwa membawa berbagai spanduk hingga foto Jokowi.
“Kita kawal putusan MK sampai dibuat peraturan KPU 2024 menjelang 27-29 Agustus. Kita kawal sampai dibuat peraturan PKPU. Kita ketahui, presiden kita masih punya legalitas dengan mengeluarkan Perppu. Ini harus kita kawal, jangan sampai keluar di tengah malam,” ujar seorang orator mahasiswa dalam orasinya.
“Apa negara kita seperti ini. Dan kita dari berbagai eleman kampus tegas menyatakan tolak dinasti politik yang dilakukan Jokowi.Ingat tanggal 25-26 Agustus harus lebih besar lagi karena bagaimanapun keputusan finalnya di situ. KPU bilang mengikuti MK tapi sampai sekarang belum dibuat mereka,” sambungnya.
Aksi di Gedung DPRD Sumut sendiri nyaris terjadi kericuhan.
Massa mahasiwa meminta kehadiran anggota DPRD Sumut.
Namun, tak kunjung hadir hingga massa merengsek mengoyang pagar Gedung DPRD Sumut.
Sejumlah polisi berusaha menghalau hal tersebut hingga massa mahasiwa mengeluarkan dua ban bekas untuk dibakar.
Polisi saat itu berupaya mengambil ban tersebut hingga berimbas aksi pelemparan botol air mineral hingga nyaris terjadi kericuhan.
Aksi unjuk rasa ini selain dilakukan di depan gedung DPRD Sumut yang berasal dari mahasiwa Nomensen dan lainya.
Beberapa meter dari area lokasi tepatnya di area Gedung CIMB Niaga, Jalan.Imam Bonjol, Medan juga dilakukan aksi dari mahasiwa USU serta elemen kampus dari PMKRI dan lainya.
Diaksi ini selain melakukan orasinya, massa mahasiwa membakar ban bekas dan juga membakar selebaran kerta berupa foto Jokowi.
Diketahui, demonstrasi ini berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan syarat pencalonan kepala daerah di UU Pilkada.
Putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah.
Pada aturan sebelumnya, partai atau gabungan partai harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah nasional.
Saat ini, ambang batas menyesuaikan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) masing-masing daerah.
Ambang batas berkisar di rentang 6,5 persen hingga 10 persen. Namun belakangan DPR RI mencoba merevisi keputusan Mahkamah Konstitusi.
DPR RI juga tiba-tiba mengelar rapat panitia kerja usai Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan terkait syarat pencalonan calon kepala daerah
DPR sempat bersepakat untuk mengikuti sebagian putusan MK, salah satunya soal ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 6,5 persen sampai 10 persen bagi partai non Parlemen.
Namun DPR tak setuju keputusan MK soal batas usia calon kepala daerah.
DPR lalu menyetujui keputusan Mahkamah Agung (MA) soal batas usia minimal berusia 30 tahun pada saat pelantikan.
Sikap DPR itu pun dinilai terburu-buru dan terkesan titipan kepentingan segelintir orang. Hal ini kemudian mengundang protes oleh kelompok masyarakat. (Rom/hbc)